solehamini.blogspot.com
@sonyyahman
Pendahuluan
Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia memerlukan sumberdaya
manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai sebagai pendukung utama dalam
porses pembangunan. Untuk memenuhi sumberdaya manusia tersebut, pendidikan
memiliki peran yang sangat penting. Hal tersebut sejalan dengan
kandungan UU No 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional tersebut,
jelas bahwa pendidikan di setiap jenjang, termasuk Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut.
Hal ini berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik
sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi
dengan masyarakat. Daniel Golemen (1999) dari Harvard University ,
menyatakan bahwa kesuksesan seseorang
tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard
skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang
lain (soft skill). Goleman mengungkapkan, kesuksesan hanya
ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan sisanya 80
persen oleh soft skill atau emotional Intelegence. Bahkan orang-orang
tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung
kemampuan soft skill daripada hard skill. Hal ini
mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik sangat penting
untuk ditingkatkan.
Membentuk
Karakter Siswa SMK way not ?
Sebagaimana tujuan penyelenggaraan kegiatan ini,seminar ini bertujuan
membantu para guru dan instruktur untuk lebih memahami karakter dan latar
belakang permasalahan siswa sebagai remaja dilihat dari perspektif psikologis,
sosial, budaya dan lain sebagainya. Oleh karena itu itu, seminar ini selain
menjadi langkah preventif dan intervensif bagi para guru dalam menyiapkan mental
berkarya di dunia pekerjaan yang akan dihadapi para siswa juga
sekaligus bertujuan membentuk karakteristik siswa-siswi SMK yang “berimtaq”
sehingga diharapkan para lulusan menjadi insan-insan dengan pribadi yang
“pinunjul, unggul dan berketrampilan dan berkecakapan yang cukup”. Tidak hanya
cukup dan cakap dalam ranah/domain koqnitif tetapi sekaligus cakap dalam
kecerdasan afektif, kecerdasan rasa dan kecerdasan hati.
Sekolah menengah kejuruan (SMK) memang tidak bisa disamakan dengan SMA pada
umumnya. gaya belajar, kebutuhan, dan karakteristik siswa SMK dan SMA memang
sangat berbeda. Siswa SMK dituntut memiliki Kedisiplinan yang lebih kuat dari
anak SMA biasa. Dunia yang akan dihadapi dan digeluti siswa mapun alumni SMK adalah dunia
KEJURUAN yang mengharuskan seorang siswa
SMK (lulusan SMK) memiliki sesuatu
keahlian yang siap pakai didunia kerja. Tuntutan seperti itu mengharuskan siswa
SMK mempunyai karakteristik kepribadian dan mental yang kuat, serta disiplin
dalam bekerja. Bahkan standart ISO yang digunakan di SMK pun melatih mereka untuk bekerja
secara terstruktur dan rapi
Pendidikan Karakter
Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang
berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa (Allah SWT), diri sendiri (self), sesama
manusia , lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap,
perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata
krama, budaya, dan adat istiadat.
Karakter adalah sifat pribadi yang relatif stabil pada diri
individu yang menjadi landasan bagi penampilan perilaku dalam standar nilai dan
norma yang tinggi. Karakter harus
berbasis pada nilai dan norma. Josephson Institute of Ethics, (2008)
mengemukakan ada tujuh nilai-nilai standard yang memandu perilaku seseorang,
dalam kaitannya dengan implementasi pendidikan karakter : (1) isu sosial, (2)
kecenderungan arah ideologi religius atau politis, (3) memandu diri sendiri,
(4) sebagai standard untuk evaluasi diri dan orang lain, (5) sebagai dasar
perbandingan kemampuan dan kesusilaan, (6) sebagai standar untuk membujuk dan
mempengaruhi orang lain, dan (7) sebagai standar merasionalkan sesuatu hal
(dapat diterima atau tak dapat diterima), sikap dan tindakan melindungi,
memelihara, dan tentang mengagumi sesuatu/seseorang atau diri sendiri.
Oleh karena itu pendidikan karakter harus
dijadikan sebagai suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga
sekolah, meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan
untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa
(YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi
manusia insan kamil. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen
(stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan
itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan,
penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan
aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana,
pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah. Oleh karena itu pembangunan dan pendidikan karakter ini tidak hanya diberlakukan
bagi siswa saja, tapi juga bagi guru dan instruktur.
Karakter merupakan gabungan antara
kondisi fisik, psikologis dan spiritual yang dibawa sejak lahir maupun yang
dipelajari seturut perkembangan hidupnya. Gabungan kedua keadaan itu kemudian
menetap dalam diri seseorang serta membentuk keseluruhan pandangan hidup,
spiritualitas, sikap, kecakapan dan kemampuan yang dapat melahirkan tata
perilaku produktif (disebut Kepribadian). Berdasar pengertian tersebut serta
melihat unsur-unsur dan sifat-sifat karakter, guru dan instruktur diharapkan
dapat menerapkan pendidikan karakter kepada siswa. Harapannya, pendidikan
karakter membuat siswa memiliki kepribadian matang secara psikologis dan
sosial. Kematangan itu ditunjukkan dalam kecakapan-kecakapan, kemampuan
berkomunikasi dan menjalin kerjasama dengan orang lain, professional dalam
bidang kerja masing-masing, serta memiliki kepribadian yang dapat dipercaya dan
diandalkan. Pada akhirnya, pendidikan karakter menjadi modal untuk terus
mengembangkan diri menjadi seorang yang berprestasi. Oleh karena itulah maka pembinaan karakter juga harus termasuk dalam materi yang diajarkan
dan dikuasai serta direalisasikan oleh peserta didik dalam kehidupan
sehari-hari. Permasalahannya, pendidikan karakter di sekolah selama ini baru
menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilai-nilai, dan belum pada
tingkatan internalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai upaya untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan
karakter tersebut, Kementerian Pendidikan Nasional telah mengembangkan grand
design pendidikan karakter untuk setiap jalur, jenjang, dan
jenis satuan pendidikan. Grand design tersebut harus menjadi
rujukan konseptual dan operasional pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian
pada setiap jalur dan jenjang pendidikan. Konfigurasi karakter dalam
konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dikelompokan
dalam : Olah Hati (Spiritual and emotional development), Olah
Pikir (intellectual development), Olah Raga dan
Kinestetik (Physical and kinestetic development), dan
Olah Rasa dan Karsa (affective and creativity development). Pengembangan
dan implementasi pendidikan karakter perlu dilakukan dengan mengacu pada grand
design tersebut.
Impementasi Pendidikan Karakter di SMK
Pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran
kognitif, tetapi harus juga menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata
dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat. Oleh karena itu implementasi pendidikan
karakter dapat diintegrasikan dalam
pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan
dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan,
dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari.
- Bentuk bentuk pengejawantahan dari implementasi pendidikan karakter di SMK ini misalnya dilakukan dengan memberikan ruang dan waktu yang cukup bagi siswa, guru dan tenaga kependidikan lainnya untuk melakukan/menyelenggaraakan kegiatan-kegiatan ektrakurikuler. Kegiatan ekstrakulikuler ini merupakan salah satu media yang potensial untuk pembinaan karakter, kemampuan, rasa tanggung jawab sosial, bekerja sama, menghargai orang lain, serta mengembangkan potensi dan prestasi peserta didik. Peningkatan mutu akademik peserta didik dengan kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah.
- Bentuk lainnya adalah mengoptimalkan peran dan fungsi kegiatan BK (bimbingan Konseling) dan BP (bimbingan penyuluhan) di sekolah. BK ini sebagai media pengarah dan pembimbing siswa mempunyai tujuan untuk mendorong: perkembangan karir serta kehidupan-nya di masa yang akan datang, mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin, menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat serta lingkungan kerjanya, mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan lingkungan pendidikan, masyarakat, maupun lingkungan kerja. Jadi sangat jelas bahwa BK merupakan salah satu komponen yang sangat penting didalam dunia pendidikan sebagai salah satu yang dapat mendorong pembentukan karakter yang baik pada siswa. Harus dilenyapkan dalam pikiran siswa bahwa BK/BP adalah POLISI SEKOLAH dan institusi penghukuman bagi siswa nakal dan bermasalah !
- Pendidikan karakter di sekolah juga sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan sekolah. Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah secara memadai. Pengelolaan tersebut antara lain meliputi, nilai-nilai yang perlu ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan, dan komponen terkait lainnya. Dengan demikian, manajemen sekolah merupakan salah satu media yang efektif dalam pendidikan karakter di sekolah.
Tujuan Pendidikan Karakter SMK Muhammadiyah
Pendidikan karakter bertujuan di SMK Muhammadiyah adalah untuk
meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah
pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara
utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan dan Kepribadian
dan matan Muhammadiyah. Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik
SMK Muhammadiyah mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan
pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi
nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku
sehari-hari.
Pendidikan karakter pada tingkatan institusi (SMK
Muhammadiyah) mengarah pada pembentukan budaya sekolah, yaitu nilai-nilai yang
melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang
dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah. Budaya
sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut di
mata masyarakat luas.
Sasaran pendidikan karakter adalah seluruh Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) di Indonesia negeri maupun swasta. Semua warga sekolah,
meliputi para peserta didik, guru, karyawan administrasi, dan pimpinan sekolah
menjadi sasaran program ini. Sekolah-sekolah yang selama ini telah berhasil
melaksanakan pendidikan karakter dengan baik dijadikan sebagai best
practices, yang menjadi contoh untuk disebarluaskan ke sekolah-sekolah
lainnya.
Melalui program ini diharapkan lulusan SMK Muhammadiyah
memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
berkarakter mulia, kompetensi akademik yang utuh dan terpadu, sekaligus
memiliki kepribadian yang baik sesuai norma-norma dan budaya Indonesia. Pada
tataran yang lebih luas, pendidikan karakter nantinya diharapkan menjadi budaya
sekolah. Nah Keberhasilan program
pendidikan karakter dapat diketahui melalui pencapaian indikator oleh peserta
didik sebagaimana tercantum dalam Standar Kompetensi Lulusan SMK. (lihat
lampiran Standar Kompetensi Lulusan SMK).
Siswa SMK Sebagai Remaja
Siswa SMK pada umumnya berada pada masa puber yang ditandai dengan
terjadinya kematangan alat-alat seksual dan tercapainya kemampuan reproduksi.
Pada masa ini, remaja mengalami berbagai macam perubahan meliputi perubahan ukuran
tubuh dan proporsi tubuhnya. Ciri-ciri lain dari masa remaja/puber adalah
periode tumpang tindih peran tugas antara tugas masa anak dan masa dewasa
(Kebingungan identitas). Hal tersebut menimbulkan kebingungan pada siswa yang
mengakibatkan kelelahan dan kelesuan serta membuat sikap dan perilakunya
cenderung ingin menyendiri, mudah bosan, inkoordinasi dan antagonis secara
sosial. Jika remaja mampu melalui tahap perkembangannya ini dengan baik, mereka
bisa menjalankan tugas perkembangan berikutnya. Oleh karena itu, di sinilah
peran guru dan instruktur, yaitu untuk membantu siswa memahami tahap dan tugas
perkembangannya. Dengan paham kedua hal tersebut, mereka diharapkan bisa
mengoptimalkan dirinya dengan baik.
Membicarakan remaja
memang selalu menarik. Mengapa? karena dinamika/ritme kehidupan individu di
usia remaja memang sangat variatif, cenderung tidak stabil, penuh gejolak, dan
penuh tantangan. Dengan kondisi seperti ini, bagaimana cara orangtua/pendidik
bisa mengadakan pendekatan pada remaja, memang perlu pengenalan yang lebih
mendalam tentang mereka. Artinya, orangtua/pendidik perlu berusaha untuk
memahami tentang siapa dan bagaimana remaja itu.
Agar orangtua/pendidik
mampu mengadakan pendekatan se-cara efektif pada remaja dibutuhkan pemahaman
tentang bagaimana proses perkembangan remaja, serta bagaimana orangtua/
pendidik harus mensikapinya. Untuk itu terlebih dahulu orangtua/pendidik perlu
mengetahui prinsip-prinsip perkembangan. Gambaran mengenai pola perkembangan
yang tepat merupakan dasar untuk mampu memahami remaja, sehingga proses
pendidikan yang akan diberikan dapat mengenai sasaran secara efektif.
Menurut para ahli
psikologi perkembangan bila orangtua memahami tentang prinsip-prinsip
perkembangan, maka diharapkan mereka akan: 1) mengetahui apa yang diharapkan
dari remaja, dalam arti pada usia berapa kira-kira akan muncul berbagai
perilaku khas, dan kapan pola-pola perilaku tersebut akan digantikan oleh pola
perilaku yang lebih matang. 2) dapat membantu proses penyesuaian diri remaja
secara tepat, dan 3) mengetahui pola normal perkembangan, sehingga memungkinkan
orangtua membantu remaja untuk mempersiapkan diri ketika proses perkembangan
tersebut akan dialami (uraian selengkapnya tentang dinamika psikologi remaja
silakan dibaca “bahan Bacaan Penujang yang dilampirkan juga dalam makalah ini
secara terpisah)
BERKOMUNIKASI
DENGAN REMAJA
Berkomunikasi merupakan salah satu
aktivitas utama yang harus dilakukan individu agar dapat memenuhi fungsinya
sebagai mahluk sosial. Komunikasi yang baik adalah kemampuan untuk mengatakan
sesuatu secara tepat, pada waktu, tempat dan pada subjek yang tepat (Mussen,
et.al., 1984). Lalu, bagaimana berkomunikasi dengan anak remaja secara baik?
Dalam berkomunikasi dengan remaja,
faktor pemahaman, pengakuan, dan penerimaan sangatlah penting, seperti pendapat
Gordon (1987) yang menyatakan bahwa memahami, mengakui dan menerima anak
sebagaimana adanya, adalah faktor penting dalam menjalin komunikasi dengan
mereka. Dengan adanya pemahaman, pengakuan dan penerimaan, seorang anak dapat
tumbuh, berkembang, dan membuat perubahan-perubahan yang progresif, serta
belajar memecahkan masalah. Selain itu, secara psikologis anak juga akan semakin
sehat, produktif, kreatif dan mampu mengaktualkan potensi yang dimiliki.
Namun,
kebanyakan para orangtua ketika berkomunikasi dengan anak justru cenderung
lebih sering menggunakan "bahasa penolakan (memberi penilaian, mengkritik,
memberi peringatan, dan perintah). "Pesan-pesan" ini akan
mengisyaratkan bahwa anak tidak dipahami, diakui dan diterima sebagaimana
adanya.
"Bahasa
penolakan" akan mengakibatkan anak bersikap tertutup terhadap orangtua,
dan dapat menyebabkan munculnya gap communication, yang pada gilirannya akan
memunculkan remaja-remaja yang broken home dan menjadi trouble maker di
lingkungannya
Penutup :
Dari pemaparan mengenai Karakter Psikologis dan pembentukan karakter siswa SMK yang telah disampaikan diatas, dapat diambil beberapa kesimpulan, diantaranya :
Dari pemaparan mengenai Karakter Psikologis dan pembentukan karakter siswa SMK yang telah disampaikan diatas, dapat diambil beberapa kesimpulan, diantaranya :
1) Pendidikan
karakter adalah suatu sistem
penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen
pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan
nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama,
lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil
2) Pendidikan
pembentukan karakter merupakan salah satu media yang potensial untuk pembinaan
karakter, kemampuan, rasa tanggung jawab sosial, bekerja sama, menghargai orang
lain, serta mengembangkan potensi dan prestasi siswa
3) Dengan pendidikan
pembetukan karakter ini dapat menjadi sebagai pemicu atau pendorong
perkembangan karir serta kehidupan-nya di masa yang akan datang,
menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat serta
lingkungan kerjanya, mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam
studi.
4) Menghilangkan
atau mengurangi dampak negatif siswa yang sering tawuran, banyaknya siswa yang
tidak siap (mental) menghadapi Ujian nasional, adanya siswa pecandu Narkoba,
dan dampak negative lainnya.
Disamping itu dengan memahami dan
menempatkan siswa SMK sebagai remaja, maka Guru, pendidik dan instruktur dapat
mengadakan pendekatan dan pendidikan yang pas pada remaja. Dibutuhkan kemampuan
untuk dapat memahami tentang siapa dan bagaimana remaja itu. Adapun cara-cara
yang dapat ditempuh oleh orangtua/pendidik adalah dengan mengetahui
prinsip-prinsip perkembangan, perkembangan psikologis, dan tugas-tugas perkembangan remaja. Dari
pengetahuan ini diharapkan orangtua/pendidik dapat membantu mengembangkan
potensi-potensi yang dimiliki remaja, agar dapat teraktualisasi secara optimal,
serta menghindarkan mereka dari perilaku-perilaku distruktif yang akan
merugikan semua pihak
DAFTAR PUSTAKA
Hurlock, E.B.
1991. Child Development. 6th. Ed. (Alih Bahasa
oleh Tjandrasa, M; dan Zarkasih, M.). Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama
-----------. 1990. Developmental Psychology. A Life-Span Approach. Fifth Edition (Terjemahan oleh
Istiwidayanti, dkk.) Jakarta:
Penerbit Erlangga.
M"nks, F.J.; Knoers, A.M.P.; dan Haditono, S.R. 1999. Psikologi
Perkembangan. Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Mussen, P.H.; Conger, J.J.; Kagan, J.; and Huston, A.C., 1989.
Child Development And Personality. New
York: Harper & Row Publishers Inc.
Tim
Pengembang MKDP. (2006). Materi
Perkuliahan Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: FIP UPI
_______.
(2010). Makalah dan Artikel Kurikulum dan
Pembelajaran. [online]. Tersedia: http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/11/05/makalah-dan-artikel-kurikulum-dan-pembelajaran/. [11 Desember 2010]
_______.
(2010.) Karakter Siswa SMK Bebasis
Dimensi. [online]. Tersedia: http://wakhinuddin.wordpress.com/2010/09/22/karakter-siswa-smk-berbasis-dimensi/. [17 Desember 2010]
_______.
(2010). Tujuan Pelayanan Bimbingan
dan Konseling. [online]. Tersedia: http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/03/14/tujuan-bimbingan-dan-konseling/. [18 Desember 2010]
Sulaeman, D. 1995. Psikologi Remaja. Dimensi-dimensi
perkembangan. Bandung:
Mandar maju.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar