A.
PENDAHULUAN
Kenakalan remaja yang terjadi pada akhir
penghujung abad 20 sekarang ini tidak lagi dikatkan nakal sekedar “nakal”
sebagaimana lazimnya nakalnya anak muda
era tahun 70 – 80 an yang semestinya hanya mengundang senyuman atau
geleng-geleng kepala. Secara kualitatif kenakalan remaja jaman sekarang sudah bergeser dari “sekedar
nakal menjadi tindakan yang menjurus atau bahkan sudah digolongkan sebagai
tindakan kriminal. Tentu saja kenakalan yang demikian tersebut tidak lagi
mungundang senyum atau sekedar geleng-geleng kepala, tapi membuat orang jadi
jengkel dan marah ! Kenakalan remaja telah bergeser kepada bentuk-bentuk
kriminal remaja yang sangat merisaukan dan mengancam taraf keselamatan dan
ketentraman hidup masyarakat.
Kalau dahulu kenakalan remaja (misalnya perkelahian) hanya _
dimaksudkan untuk sekedar mendapatkan pengakuan atas “kejagoaannya” dan
berkelahi dengan tangan kosong, maka sekarang ini telah mulai menggunakan
senjata tajam, potongan besi, parang, clurit, panah bahkan senjata api , yang
kesemuanya itu bukan untuk sekedar melukai, tapi untuk membunuh dan melenyapkan ‘musuh-musuhnya’ Kengerian
masyarakat terhadap menggilanya kenakalan/kriminal remaja dapat kita tengok
melalu kasus-kasus yang baru saja terjadi di kota pelajar “yogyakarta” dimana
seorang pelajar SMU tewas sia-sia ditangan siswa SMK lain dengan senjata
pembunuh berupa panah, selain juga kasus-kasus
lain yang tejadi di kota besar (Semarang, Jakarta, Surabaya) . Misalnya
bagaimna sekelompok remaja di Jakarta beberapa bulan lalu ‘merampok Bus Kota dan merampas harta benda milik
penumpangnya. Bahkan bukan skedar itu, bila penumpang menolak menyerahkan
hartanya, mereka tidak-segan-segan melukai secara sadis dan tak
berperikemnausiaan, dan itu dilakukan oleh remaja yang kebetulan berstatus
sebagai pelajar.! Untuk itu guna
memahami dinamika kehidupan psikologis seorang remaja tulisan/uraian berikut di
bawah ini dapat dijadikan bacaan awal untuk memahami perilaku dan kehidupan
psikologis remaja.
Membicarakan remaja
memang selalu menarik. Mengapa? karena dinamika/ritme kehidupan individu di
usia remaja memang sangat variatif, cenderung unstabil, bergejolak, dan penuh
tantangan. Dengan kondisi seperti ini, bagaimana cara orangtua/pendidik bisa
mengadakan pendekatan pada remaja, memang perlu pengenalan yang lebih mendalam
tentang mereka. Artinya, orangtua/pendidik perlu berusaha untuk memahami
tentang siapa dan bagaimana remaja itu.
Agar orangtua/pendidik mampu
mengadakan pendekatan se-cara efektif pada remaja dibutuhkan pemahaman tentang
bagaimana proses perkembangan remaja, serta bagaimana orangtua/ pendidik harus
mensikapinya. Untuk itu terlebih dahulu orangtua/pendidik perlu mengetahui prinsip-prinsip
perkembangan. Gambaran mengenai pola perkembangan yang tepat merupakan dasar
untuk mampu memahami remaja, sehingga proses pendidikan yang akan diberikan
dapat mengenai sasaran secara efektif.
Menurut para ahli psikologi
perkembangan bila orangtua memahami tentang prinsip-prinsip perkembangan, maka
diharapkan mereka akan: 1) mengetahui apa yang diharapkan dari remaja, dalam
arti pada usia berapa kira-kira akan muncul berbagai perilaku khas, dan kapan
pola-pola perilaku tersebut akan digantikan oleh pola perilaku yang lebih
matang. 2) da-pat membantu proses penyesuaian diri remaja secara tepat, dan 3)
mengetahui pola normal perkembangan, sehingga memungkinkan orangtua membantu
remaja untuk mempersiapkan diri ketika proses perkembangan tersebut akan
dialami.
B. PRINSIP-PRINSIP
PERKEMBANGAN
Seperti telah dikemukakan di atas,
bahwa untuk memahami tentang bagaimana proses perkembangan individu di usia
remaja berlangsung, perlu diketahui terlebih dahulu tentang prinsip-prinsip
perkembangan. Mengapa demikian? Karena gambaran mengenai pola perkembangan yang
tepat merupakan dasar untuk memahami individu secara lebih baik. Selain itu
juga perlu dipelajari tentang apa yang menyebabkan adanya variasi dalam
perkembangan, sehingga pemahaman terhadap anak remaja dapat lebih bersifat
personal (Hurlock, 1991).
Adapun yang termasuk ke dalam
prinsip-prinsip perkembangan adalah (Hurlock, 1990):
1. Perkembangan
Mengandung Arti Perubahan
Perkembangan berkaitan
dengan perubahan kualitatif dan kuantitatif. Artinya adalah perubahan tersebut
terjadi secara progresif, teratur dan koheren (maju terarah, serta ada hubungan
yang nyata antara perubahan yang sedang terjadi dengan yang telah mendahului
dan yang akan mengikuti) (Neugarten, dikutip Hurlock, 1991; dan Monks, dkk.,
1999). Menurut Maslow (dalam Hurlock, 1991) tujuan dari perubahan adalah untuk
self-actualization (aktualisasi diri), yaitu upaya untuk menjadi orang terbaik
secara fisik dan mental.
2. Perkembangan
Merupakan Hasil Proses Kematangan & Belajar
Yang dimaksud
kematangan adalah karakteristik yang secara potensial telah "dibawa"
individu yang bersangkutan, misalnya: kecerdasan, bakat, minat, dsb.
(M"nks, dkk, 1999).
Adapun
arti belajar dalam konteks ini adalah perkem-bangan yang berasal dari adanya
latihan dan usaha. Melalui belajar anak memperoleh kesempatan untuk menggali
kemampuan (potensi) yang telah dimiliki, agar dapat teraktualisasikan secara
optimal (Mussen, et.al, 1989).
3. Pola
Perkembangan Mempunyai Karakteristik Tertentu
Dari penelitian-penelitian
di bidang psikologi perkembangan terbukti ada beberapa karakteristik tertentu
yang da-pat diramalkan. Semua anak akan mengikuti pola perkembangan yang sama
dari satu tahap menuju tahap berikutnya, misalnya: bayi baru dapat berjalan
apabila sebelumnya sudah mampu duduk dan berdiri. Begitu juga pada anak puber,
mereka akan mulai tertarik pada lawan jenis sesudah mengalami kematangan
seksual.
4. Terdapat Individual
Differences Dalam Perkembangan
Meskipun pola perkembangan akan
berlangsung sama bagi semua individu,
namun setiap anak akan mengikuti pola dengan cara dan kecepatannya sendiri.
Artinya, ada beberapa anak yang berkembang dengan lancar, bertahap, dan langkah
demi langkah, dan ada pula anak-anak lain yang berkembang dengan kecepatan
lebih tinggi atau lebih rendah. Selain itu ada anak-anak lain yang mengalami penyimpangan dalam proses
perkembangannya, sehingga tidak semua anak dapat mencapai titik perkembangan
yang sama pada usia yang juga sama.
5. Bahaya-bahaya
Potensial dalam Perkembangan
Meski pun pola perkembangan bergerak
secara normal, namun pada setiap fase kadang-kadang terdapat situasi yang
membahayakan dan dapat mengganggu proses perkembangan yang tengah berlangsung.
Beberapa situasi yang membahayakan
ini dapat berasal dari lingkungan maupun dari dalam diri individu sendiri.
Kondisi ini dapat mempengaruhi usaha-usaha penyesuaian fisik, psikologis, dan
sosial yang dilakukan seorang anak. Hal ini juga dapat mengakibatkan terjadinya
kemunduran perkembangan ke tahap yang lebih rendah. Bila ini terjadi, maka
penyesuaian anak akan mengalami gangguan.
C. RENTANG USIA REMAJA
Witherington (dalam Sulaeman, 1995)
membagi masa remaja menjadi dua fase, yaitu masa remaja awal (puber), yang
berkisar antara 12-15 tahun, dan masa remaja akhir (late adolescence), 15-18
tahun. Sedangkan Gilmer (Sulaeman, 1995) mengelompokkannya ke dalam tiga fase,
yaitu:
- masa pra remaja
(puber) :
10-13 tahun
- masa remaja : 13-17 tahun
- masa remaja
akhir : 18-21 tahun
Pendapat lain dari Monks,
dkk. (1999) menggolongkan ma-sa remaja sebagai berikut:
- masa pra-puber (anak
akhir) : 10-12 tahun
- masa puber (remaja
awal) :
12-15 tahun
- masa remaja : 15-18 tahun
- masa remaja
akhir : 18-21 tahun
Adapun Hurlock (1991) memiliki
pendapat yang sedikit berbeda, yaitu bahwa masa remaja awal berlangsung dari
13-16 dan masa remaja akhir berlangsung dari 16-18 tahun. Mereka yang telah
memasuki usia 18 tahun ke atas (18-40 tahun) dikelompokkan sebagai masa dewasa
dini.
Dari beberapa pendapat di atas dan
melihat fakta yang ada di masyarakat Indonesia, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa masa remaja berlangsung pada usia sekitar 12-21 tahun.
C. PERKEMBANGAN FISIK
DAN SEKSUAL REMAJA
Memasuki masa puber individu
mengalami percepatan per-tumbuhan fisik yang luar biasa. Dan proses pertumbuhan
fisik ini berlangsung secara tidak bersama-sama, artinya pada bagian-bagian
tubuh tertentu mengalami percepatan lebih dahulu dibanding bagian tubuh yang
lainnya. Akibatnya, bentuk tubuh individu menjadi tidak proporsional (Mussen,
et.al., 1989; Hurlock, 1990; Sulaeman, 1995; Monks, dkk., 1999). Kondisi ini
menyebabkan individu harus menyesuaikan diri dengan kondisi fisiknya yang baru,
dan bagi mereka hal tersebut bukan sesuatu yang mudah. Ketika mereka masih
dibebani tugas untuk mengadakan penyesuaian dengan kondisi fisiknya yang baru,
proses kematangan seksual mulai berlangsung, dengan segala efek yang
mengikutinya. Dalam situasi seperti ini penerimaan (acceptance) dan pengertian
(understanding) dari lingkungan terdekat (keluarga) sangatlah didambakan.
D. PERKEMBANGAN SOSIAL
REMAJA
Perkembangan fisik dan kematangan
seksual remaja mengakibatkan perubahan dalam perkembangan sosialnya (Monks,
dkk., 1999). Remaja mulai memperhatikan personal appearance (penampilan diri)
(Sulaeman, 1995), dan mengarahkan aktivitas sosialnya ke arah teman-teman
sebaya, meskipun ikatan dengan orangtua tetap tidak dilepas 100% (Monks, dkk.,
1999). Dalam situasi seperti ini konformitas kepada teman-teman sebaya sangat
mudah terjadi, terutama bila mereka merasa tidak at home di rumah, sehingga
apapun yang diperintahkan oleh kelompok (peer-group) akan dituruti dan diikuti
tanpa "reserve", bahkan melupakan komitmen dengan keluarganya.
E. PERKEMBANGAN EMOSI
REMAJA
Stanley Hall (dalam Mussen, et. al.,
1989; Hurlock, 1991; dan Monks, dkk., 1999) menyatakan bahwa individu di usia
remaja berada dalam periode storm and stress (badai dan tekanan) dan sedang
mengalami hightened emotionality (kepekaan emosi yang meningkat), sehingga
emosi individu di masa remaja cenderung unstabil (labil) dan sangat sensitif.
Selain itu pola-pola emosi yang dialami remaja lebih banyak mengarah ke emosi
tidak menyenangkan (negatif), seperti: marah, jengkel, frustrasi, takut,
cemburu, iri, duka cita, dsb. Sedangkan pola-pola emosi menyenangkan (positif),
seperti: afeksi, love, dan happiness relatif kurang begitu dirasakan. Padahal,
idealnya antara emosi menyenangkan dan tidak menyenangkan harus lebih didominasi
oleh emosi menyenangkan, agar remaja mudah mengadakan penyesuaian dengan
dirinya sendiri, dan pada gilirannya akan mampu mencapai kematangan emosi.
F. TUGAS-TUGAS
PERKEMBANGAN REMAJA
Dalam setiap fase perkembangan,
individu mempunyai tugas-tugas perkembangan (developmental tasks) yang harus
dilaksanakan (Havighurst, dalam Hurlock,1990; Sulaeman, 1995; dan Monks, dkk.,
1999). Tugas perkembangan adalah tugas yang muncul pada suatu periode tertentu
dari kehidupan individu yang harus dikuasai agar memperoleh social acceptance
(penerimaan sosial). Pada masa remaja, beberapa tugas perkembangan yang harus
dilaksanakan, adalah sebagai berikut (Havighurst, dalam Hurlock, 1990; dan
Sulaeman, 1995):
1. Menerima kondisi
fisik dan mampu memanfaatkannya seefektif mungkin.
2. Mencapai hubungan
sosial yang lebih matang dengan teman-teman sebaya, baik yang sejenis maupun
lain jenis.
3. Mampu
menjalankan peran-peran sosial sesuai jenis kelaminnya.
4. Mencapai kebebasan
emosional dari orangtua dan orang dewasa lain.
5. Mempersiapkan
karier ekonomi.
6. Mempersiapkan
perkawinan dan berkeluarga.
7. Mengembangkan
kecakapan intelktual untuk kepentingan hidup bermasyarakat.
8. Memperoleh
perangkat nilai dan sistem etika tertentu sebagai pedoman di dalam berperilaku.
Untuk melaksanakan tugas-tugas
perkembangan tersebut anak membutuhkan bantuan dari lingkungan, sehingga peran
dari masyarakat dewasa, khususnya yang terdekat dengan anak (orangtua)
sangatlah diharapkan. Anak yang mampu melaksanakan tugas-tugas perkembangannya
dengan baik, akan dapat mengaktualisasikan potensi-potensi yang dimiliki secara
optimal.
G. BERKOMUNIKASI
DENGAN REMAJA
Berkomunikasi merupakan salah satu
aktivitas utama yang harus dilakukan individu agar dapat memenuhi fungsinya
sebagai mahluk sosial. Komunikasi yang baik adalah kemampuan untuk mengatakan
sesuatu secara tepat, pada waktu, tempat dan pada subjek yang tepat (Mussen,
et.al., 1984). Lalu, bagaimana berkomunikasi dengan anak remaja secara baik?
Dalam berkomunikasi dengan remaja,
faktor pemahaman, pengakuan, dan penerimaan sangatlah penting, seperti pendapat
Gordon (1987) yang menyatakan bahwa memahami, mengakui dan menerima anak
sebagaimana adanya, adalah faktor penting dalam menjalin komunikasi dengan
mereka. Dengan adanya pemahaman, pengakuan dan penerimaan, seorang anak dapat
tumbuh, berkembang, dan membuat perubahan-perubahan yang progresif, serta
belajar memecahkan masalah. Selain itu, secara psikologis anak juga akan
semakin sehat, produktif, kreatif dan mampu mengaktualkan potensi yang dimiliki.
Namun, kebanyakan para orangtua
ketika berkomunikasi dengan anak justru cenderung lebih sering menggunakan
"bahasa penolakan (memberi penilaian, mengkritik, memberi peringatan, dan
perintah). "Pesan-pesan" ini akan mengisyaratkan bahwa anak tidak dipahami,
diakui dan diterima sebagaimana adanya.
"Bahasa penolakan" akan
mengakibatkan anak bersikap tertutup terhadap orangtua, dan dapat menyebabkan
munculnya gap communication, yang pada gilirannya akan memunculkan
remaja-remaja yang broken home dan menjadi trouble maker di lingkungannya
H. PENUTUP
Agar dapat mengadakan pendekatan dan
pendidikan yang pas pada remaja dibutuhkan kemampuan untuk dapat memahami
tentang siapa dan bagaimana remaja itu. Adapun cara-cara yang dapat ditempuh
oleh orangtua/pendidik adalah dengan mengetahui prinsip-prinsip perkembangan,
perkembangan psikologis, dan tugas-tugas
perkembangan remaja. Dari pengetahuan ini diharapkan orangtua/pendidik dapat
membantu mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki remaja, agar dapat teraktualisasi
secara optimal, serta menghindarkan mereka dari perilaku-perilaku distruktif
yang akan merugikan semua pihak
DAFTAR PUSTAKA
Hurlock, E.B.
1991. Child Development. 6th. Ed. (Alih Bahasa
oleh Tjandrasa, M; dan Zarkasih, M.). Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama
-----------. 1990. Developmental Psychology. A Life-Span Approach. Fifth Edition (Terjemahan oleh
Istiwidayanti, dkk.) Jakarta:
Penerbit Erlangga.
M"nks, F.J.; Knoers, A.M.P.; dan Haditono, S.R. 1999. Psikologi Perkembangan.
Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gadjah
Mada University
Press.
Mussen, P.H.; Conger, J.J.; Kagan, J.; and Huston, A.C., 1989.
Child Development And Personality. New
York: Harper & Row Publishers Inc.
Sulaeman, D. 1995. Psikologi Remaja. Dimensi-dimensi
perkembangan. Bandung:
Mandar maju.
Subhanalloh...
BalasHapusbagus sekali Pak tulisannya. Bermanfaat sekali bagi saya sebagai pendidik. terimakasih
pribahasa yang sangat menarik untuk merubah segala perilaku manusia di masa jaman nya para remaja yang masih labil
BalasHapusterimakasih atas informasinya. Salam Sukses.
BalasHapusSharing info seputar Psikologi -> http://www.mulyatamapsikologi.com
MOHON IJIN COPAS ARTIKELNYA THANKYUUUU
BalasHapusijin untuk kamibuat sharing.trm ksh
BalasHapuswah bener juga tuh, hehe bagus gan bisa buat tugas kuliah :D
BalasHapusFakta Penting Mengenai Anak Kedua
menurut bapak bagaimana pengaruh fanatisme idola terhadap psikologis remaja putri? dan sebutkan alasannya
BalasHapussemangat
BalasHapushttp://http%3A%2F%2Fhttp%253A%252F%252Fblog.binadarma.ac.id%252Fariezaki%252F.wordpress.com%20%20.wordpress.com
TERIMA KASIH,Infonya sangat berguna.
BalasHapusMY BLOG
MY CAMPUS
Fatma widya ningrum Fatma.wn08@gmail.com Blog.binadarma.ac.id/ay_ranius/