Soleh Amini Yahman
soleh.amini@ums.ac.id
solehaminiyahman@yahoo.co.id
Pembentukan dan pengembangan karakter seseorang dilakukan dalam proses yang panjang, dimulai semenjak seseorang dilahirkan, bahkan ketika calon manusia masih berada di dalam kandungan. Banyak factor yang mempengaruhi proses tumbuh kembang karakter dan atau perilaku seseorang . salah satu diantara factor yang dominan dalam hal tersebut adalah factor bahasa dan pembiasaan berbahasa.
Apakah karakter itu ? karakter merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain; tabiat; watak. Dengan demikian, karakter (watak; tabiat) dapat dipahami sebagai sikap, tingkah laku, dan perbuatan baik atau buruk yang berhubungan dengan norma social dan kebudayaan. Oleh karena itu, erat kaitan antara karakter, interaksi social, dan tranformasi budaya serta nilai nilai social (termasuk di dalamnya nilai-nilai dan ajaran moral keagamaan
Sebagai makhluk sosial manusia tentu dan harus
melibatkan bahasa saat berinteraksi dengan sesamanya. Bahasa merupakan unsur
penting kebudayaan. Transformasi budaya selama ini berlangsung tiada lain
karena peran bahasa pula. Ungkapan ”bahasa menunjukkan bangsa” telah terbukti.
Melalui bahasa kita dapat mengetahui budaya dan pola pikir suatu masyarakat.
Karakter seseorang tampak dari perilaku berbahasanya, sebagaimana ditegaskan
oleh Effendi (2009) bahwa cara berpikir seseorang tercermin dalam bahasa yang
digunakannya. Jika cara berpikir seseorang itu teratur, bahasa yang
digunakannya pun teratur pula (Cece Sobarna. 2010)[1].
Sampai dengan titik pembahasan
ini tampak bahwa bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia karena
bahasa merupakan alat komunikasi primer dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa
adalah media komunikasi utama dalam berkehidupan social manusia, maka bahasa
merupakan cermin kepribadian seseorang. Artinya melalui bahasa seseorang dapat
diketahui seperti apa kepribadiannya atau karakternya.. Dengan demikian maka,
bahasa merupakan salah satu bidang yang memegang peranan penting untuk
membentuk karakter seseorang. Oleh karena itu , Bahasa sebagai wahana
pendidikan karakter perlu direncanakan, dibina, dan dimodernkan. Strategi yang
efisien dan efektif untuk mewujudkannya tiada alin adalah melalui pendidikan
dan pembelajaran. Oleh karena itu, perencanaan pengajaran bahasa yang terpadu
dan sinergis perlu diupayakan. Pun demikian dengan pembiasaan berbahasa di
wilayah kehidupan rumah tangga juga perlu dilaksanakan dengan tertip dan prudent,
karena keluarga atau rumah tangga merupakan lingkaran pertama dimana anak
belajar berbahasa dan membiasakan berbicara dengan bahasa. Keluarga adalah
merupakan sekolah pertama bagi seorang manusia untuk menjadi manusia, bertumbuh
dan berkembang menuju kedewasaan dan membentuk masa depannya. Dari
Keluargalah semua itu bermula[2]
.
Berbahasa adalah Berperilaku
Dalam perspektif mazahab psikologi Behaviorisme disebutkan perilaku adalah merupakan respon atau reaksi atas adanya suatu rangsang-rangsang
tertentu sehingga menyebabkan seseorang itu bertindak atau berperilaku
tertentu. Demikian pula halnya dalam hal perilaku berbahasa. Seseorang
berbahasa didasari oleh adanya kebutuhan untuk berhubungan (berinteraksi)
dengan orang lain. Kebutuhan atau kesadaran untuk berinteraksi itulah rangsang
primer mengapa orang berbahasa, dan alat yang paling hakiki dalam berinteraksi
dengan orang lain tersebut adalah Bahasa, baik bahasa verbal maupun bahasa non
verbal. Kehadiran orang-orang disekitar individu itulah yang menjadi rangsang
mengapa manusia berperilaku (dalam hal ini berbahasa). Bahasa dalam perpektif
psikologi social difungsikan sebagai ruh yang menyebabkan hidupnya situasi
social sehingga hidup manusia itu menjadi penuh makna makna.
Dalam
hal manusia berperilaku berbahasa, manusia harus melakukannya melalui tahap
tahap pembelajaran social tertentu. Artinya perilaku berbahasa itu ditumbuh
kembangkan melalui tahapan tahapan tertentu, tidak langsung bisa. Merujuk pada teori
belajar social dari Albert Bandura, seorang individu belajar banyak tentang
perilaku adalah melalui peniruan / modeling, bahkan tanpa adanya penguat
(reinforcement) sekalipun yang diterimanya. Proses belajar semacam ini disebut
"observational learning" atau pembelajaran melalui pengamatan. Albert
Bandura (1971), dalam teori teori pembelajaran sosial membahas tentang (1)
bagaimana perilaku kita dipengaruhi oleh lingkungan melalui penguat
(reinforcement) dan observational learning, (2) cara pandang dan cara pikir
yang kita miliki terhadap informasi, (3) begitu pula sebaliknya, bagaimana
perilaku kita mempengaruhi lingkungan kita dan menciptakan penguat
(reinforcement) dan observational opportunity.
Teori belajar sosial menekankan observational learning sebagai proses
pembelajaran, yang mana bentuk pembelajarannya adalah seseorang mempelajari
perilaku dengan mengamati secara sistematis imbalan dan hukuman yang diberikan
kepada orang lain.
Dalam observational learning terdapat empat tahap belajar dari
proses pengamatan atau modeling Proses yang terjadi dalam observational
learning tersebut antara lain :
a. Atensi,
dalam tahapan ini seseorang harus memberikan perhatian terhadap model dengan
cermat
b. Retensi,
tahapan ini adalah tahapan mengingat kembali perilaku yang ditampilkan oleh
model yang diamati maka seseorang perlu memiliki ingatan yang bagus terhadap
perilaku model.
c. Reproduksi,
dalam tahapan ini seseorang yang telah memberikan perhatian untuk mengamati
dengan cermat dan mengingat kembali perilaku yang telah ditampilkan oleh
modelnya maka berikutnya adalah mencoba menirukan atau mempraktekkan perilaku
yang dilakukan oleh model.
d.
Motivasional, tahapan berikutnya adalah seseorang harus memiliki motivasi untuk
belajar dari model.
Pembentukan Perilaku.
Perilaku
manusia pada dasarnya dibedakan dalam dua kategori, yakni perilaku yang
bersifat instingtif dan perilaku yang dipelajari. Dalam berbahasa (sebagai
perilaku) , perilaku berbahasa termasuk dalam kedua kategori tersebut.
Berbahasa adalah instingtif namun juga
harus dikembangkan dengan pola belajar tertentu sehingga tercapai kemampuan
berbahasa yang utuh atau sempurna.
Ada
beberapa cara membentuk perilaku (berbahasa) sehingga tercapai atau
terbentuk perilaku berbahasa sebagaimana
yang kita inginkan.
1.
Cara pembentukan perilaku berbahasa dengan
kondisioning atau kebiasaan. Yaitu dengan cara membiasakan diri untuk
berperilaku seperti yang diharapkan, sehingga akhirnya akan terbentuk perilaku
tersebut. Misalnya anak didik dibiasakan berbahasa jawa atau bahasa inggris
setiap memulai pelajaran, atau setiap hari tertentu atau jika berada dikawan
tertentu harus berbahasa inggris. Cara ini didasarkan atas teori belajar
kondisioning yang dikemukakan oleh Pavlov maupun Thorndike dan Skinner
(Hergenhahn, 1976).
2.
Pembentukan perilaku berbahasa dengan
pengertian (insight). Pembentukan perilaku juga dapat ditempuh dengan
pemberian pengertian atau insight. Misalnya kepada anak diberikan pengertian
bahwa berbahsa Indonesia dengan baik dan benar itu sangat penting bagi
terwujutnya persatuan dan kesatuan bangsa. Bahwa Berbahasa ingggris itu sangat
penting dan perlu karena bahsa inggris itu bahasa internasional dan kita hidup
di era global, dan sebagainya. Cara ini berdasar atas teori belajar kognitif,
yaitu belajar dengan disertai adanya pengertian. Dalam teori Kohler dinyatakan
bahwa dalam belajar itu yang penting adalah pengertian atau insight.
3.
Pembentukan perilaku berbahasa dengan
menggunakan model. Pembentukan perilaku dapat ditempuh juga
dengan menggunakan model atau contoh. Guru atau orang tua harus bisa menjadi
contoh atau model dalam berbahasa. Gunakan bahasa yang baik, santun dan
bermartabat jika anda menginginkan anak anak anda menjadi peribadi yang
perilaku bahasanya baik, sopan dan bermartabat. Cara ini didasarkan atas teori
belajar social (social learning theory) atau observational learning theory
sebagaimana dikemukakan oleh Albert Bandura di muka.
Semua Bermula Dari Keluarga
Keluarga mempunyai peranan yang
sangat penting dan strategis dalam pendidikan anak, baik dalam dalam hal pendidikan
rohaniah, pendidikan jasmani, ketrampilan
social dan ketrampilan berbahasa. Mengapa demikian ? karena di dalam
lingkungan keluarga inilah seorang
manusia pertama kali belajar bagaimana ia menjadi manusia sehingga kelak
dia menjadi manusia yang baik atau tidak baik ,menjadi manusia yang taat kepada
Allah atau menjadi manusia yang ingkar kepada Allah.menjadi orang yang santun
atau urakan dsb. Sebegitu penting arti
dan peranan Keluarga dalam pendidikan seseorang maka Allah memperingatkan dan
memerintahkan kepada kita semua untuk
selalu menjaga keluarga kita dengan sebaik-baiknya sehingga terhindar
dari celaka terjilat api neraka. Allah berfirman dalam Al Quran Surah At-Tahrim
: 6
6. Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa
yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan.
Keluarga mempunyai peranan yang
sangat besar dalam pembangunan masyarakat
dunia , karena keluarga merupakan batu sendi atau batu pondasi bangunan masyarakat tempat
pembinaan pertama untuk mencetak dan mempersiapakan insan insan mulia yang
paripurna beriman dan bertaqwa hanya kepada allah sebagaimana Allah firmankan dalam QS Ali
Imran : 110
kamu adalah umat yang terbaik yang
dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang
munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu
lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan
mereka adalah orang-orang yang fasik.
Fungsi dan Peran
keluarga dalam tumbuh kembang anak
Minimal ada tiga peran
dan fungsi keluarga dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak, yaitu
1.
Peran dan fungsi
perawatan
2.
Peran dan fungsi
pengasuhan
3.
Peran dan fungsi
pendidikan
Ketiga
peran dan fungsi keluarga tersebut tidaklah berdiri sendiri sendiri , tetapi
merupakan satu cakupan pengelolaan manajerial keluarga, dan tidak pula terdeferensiasi
dalam job diskripsi ini tugas ayah ini tugas ibu. Ayah dan ibu sebagai leader
(imam) dalam keluarga mempunyai tugas bersama melakukan tiga peran dan fungsi
tersebut.
Untuk
dapat melaksanakan peran dan fungsi keluarga tersebut secara maksimal, maka
keluarga (ayah dan ibu) harus memahami hal hal hal sebagai berikut : (1). Kebutuhan
dasar anak (2). Dinamika kehidupan sosiopsikologis anak (3) Dunia anak anak dan
beberapa hall ain yang menjadi ciri atau karakteristik kehidupananak anak.
Kebutuhan
dasar anak meliputi (1) kebutuhan
biologis, yakni ketercukupan kebutuhan asupan gizi dan nutrisi sehingga anak
mempunyai peluang yang besar untuk melalui masa tumbuh-kembangnya dengan sehat
bahagia dan sejahtera (2). Kebutuhan rasa aman, meliputi aman secara lahiriah
(cukup sandang, papan) dan aman secara sosial maupun psikologis (bebas dari
rasa takut, tertekan, ketidaknyamanan, cukup memperoleh pendidikan dsb) (3).
Kebutuhan cinta dan kasih sayang, yakni cinta dan kasih sayang dari ayah ibu
dan anggota keluarga lainnya serta dari lingkungan masyarakat,guru maupun
teman-teman sebaya/peer group. (4) kebutuhan akan penghargaan yakni diakui dan
dihargai, tidak dilecehkan atau disepelekan oleh siapa saja dan (5). Kebutuhan
untuk beraktualisasi, berkarya, bermain dan berprestasi.
Dalam hal pengasuhan anak dalam
keluarga ini, Syaikh abu Hamid Al Ghazali mengatakan “ Ketahuilah bahwa anak
merupakan amanat bagi kedua orang tuanya. Hatinya yang masih suci merupakan
permata alami yang bersih dari pahatan dan bentukan, dia siap diberi pahatan
apapun dan condong kepada siapa saja yang disodorkan kepadanya. Jika dibiasakan
dan diajarkan kebaikan dia akan tumbuh
dalam kebaikan. Tetapi jika dibiasakan dengan kejelekan dan diliarkan
sebagaimana binatang ternak yang digembalakan dipadang , maka dia menjadi jahat
dan akhirnya binasa.
Baik buruknya akhlak dan
kepribadian seorang anak menjadi tanggung jawab orang tua atau walinya. Jika
anak tumbuh berkembang dengan baik maka berbahagialah kedua orang tua dan juga
guru-gurunya. Namun sebaliknya jika dia tumbuh menjadi jahat dan inkar kepada
allah maka dosanyapun ditanggung oleh orang ua dan walinya. Oleh karena itu,
maka hendaklah para orang tua memelihara mendidik dan membina serta mengajarinya dengan akhlak
yang baik, menjaganya dari teman teman atau pergaulan yang jahat
Tuntunan Islam dalam
Pengasuhan Anak
Baik
buruknya akhlak dan kepribadian seorang anak menjadi tanggung jawab orang tua
atau walinya. Jika anak tumbuh berkembang dengan baik maka berbahagialah kedua
orang tua dan juga guru-gurunya. Namun sebaliknya jika dia tumbuh menjadi jahat
dan inkar kepada allah maka dosanyapun ditanggung oleh orang ua dan walinya.
Oleh karena itu, maka hendaklah para orang tua memelihara mendidik dan membina serta mengajarinya dengan akhlak
yang baik, menjaganya dari teman teman atau pergaulan yang jahat
Untuk
itu seorang guru atau orang tua harus tahu apa saja yang harus diajarkan kepada
seorang anak serta bagaimana metode yang telah dituntunkan oleh junjungan kita
nabi Muhammad SAW. Beberapa tuntunan tersebut diantaranya adalah sebagai
berikut :
1.
Menanamkan
Tauhid dan Aqidah yang benar kepada anak . Tauhid merupakan
landasan Islam. Apabila benar tauhidnya, maka ia akan mendapatkan keselamatan
di dunia dan diakhirat. Tanpa tauhid yang benar orang akan jatuh ke dalam
kesyirikan dan akan menemui kecelakaan didunia dan diakherat , kekal dalam
adzab neraka
Sesungguhnya Allah
tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain
dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan
Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. QS : Anisa 48
Begitu beratnya dosa
syirik maka dalam Al Quran pula Allah mengkisahkan nasehat Lukaman kepada
anaknya .QS Lukman : 13.
dan (ingatlah) ketika
Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya:
"Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".
2. Mengajari Anak Untuk Melaksanakan Ibadah
: Hendaknya sejak kecil putra putri kita diajarkan bagaimana beribadah dengan
benar sesuai dengan tuntunan Rasullulah
Nabi Muhammad SAW . Mulai dari tata cara berwudhu, shalat, puasa serta berbagai
ibadah lainnya. Ajarilah anak anak Untuk shalat ketika mereka berusia tujuh
tahun dan “pukul”/cebleklah mereka
ketika sudah berusia 10 tahun bila tidak mau shalat. Bila mereka
telah bisa menjaga ketertiban dalam shalat, maka ajak pula mereka untuk
menghadiri shalat berjama’ah di masjid. Dengan melatih mereka dari dini, insya
Allah ketika dewasa, mereka sudah terbiasa dengan ibadah-ibadah tersebut.
3. Mengajarkan Al-Quran, Hadits serta Doa dan
Dzikir yang Ringan kepada Anak-anak
Dimulai dengan surat Al-Fathihah dan surat-surat yang pendek serta doa
tahiyat untuk shalat. Dan menyediakan guru khusus bagi mereka yang mengajari
tajwid, menghapal Al-Quran serta hadits. Begitu pula dengan doa dan dzikir
sehari-hari. Hendaknya mereka mulai menghapalkannya, seperti doa ketika makan,
keluar masuk WC dan lain-lain.
4.
Mendidik Anak dengan Berbagai Adab
dan Akhlaq yang Mulia
Ajarilah anak dengan berbagai adab Islami seperti makan dengan tangan
kanan, mengucapkan basmalah sebelum makan, menjaga kebersihan, mengucapkan
salam, dll.
Begitu pula dengan akhlak. Tanamkan kepada mereka akhlaq-akhlaq mulia
seperti berkata dan bersikap jujur, berbakti kepada orang tua, dermawan,
menghormati yang lebih tua dan sayang kepada yang lebih muda, serta beragam
akhlaq lainnya.
5.
Melarang Anak dari Berbagai
Perbuatan yang Diharamkan
Hendaknya anak sedini mungkin diperingatkan dari beragam perbuatan yang
tidak baik atau bahkan diharamkan, seperti merokok, judi, minum khamr, mencuri,
mengambil hak orang lain, zhalim, durhaka kepada orang tua dan segenap
perbuatan haram lainnya
6.
Menanamkan Cinta Jihad serta
Keberanian
Bacakanlah kepada mereka kisah-kisah keberanian Nabi dan para sahabatnya
dalam peperangan untuk menegakkan Islam agar mereka mengetahui bahwa beliau
adalah sosok yang pemberani, dan sahabat-sahabat beliau seperti Abu Bakr, Umar,
Utsman, Ali dan Muawiyah telah membebaskan negeri-negeri.
7.
Membiasakan Anak dengan Pakaian yang
Syar’i
Hendaknya anak-anak dibiasakan menggunakan pakaian sesuai dengan jenis kelaminnya.
Anak laki-laki menggunakan pakaian laki-laki dan anak perempuan menggunakan
pakaian perempuan. Jauhkan anak-anak dari model-model pakaian barat yang tidak
syar’i, bahkan ketat dan menunjukkan aurat.
Cara cara tersebut dapat diimplemtasikan dengan Konsep
dan metode 4T dalam Mendidika Anak.
1.
T 1 : Teges (memahami jatindiri
sebagai orang tua)
2.
T 2 : Tulhada (orang tua harus
menjadi contoh yang baik bagi anak-anaknya)
3.
T 3 : Tegel (orang tua harus tegas
dalam menegakkan aturan atau kesepakatan taua hal hal lain yang jelek yang
tidak sesuai ajaran agama)
4.
T 4 : Tenanan lan Tememen (sungguh
sungguh dan tidak banyak mengeluh)
Anak adalah amanah Tuhan yang menjadi salah satu kunci kita menuju
kemuliaan surga, yang tentunya menjadi idaman dan cita cita bagi setiap muslim
untuk menjadi penghuninya. Karena anak kitalah salah satu sebab kita bisa
menjadi penghuni atau penduduk surga.
“(di akherat) seseorang merasa heran ketika dirinya
berada di syurga dengan kedudukan yang mulia. Lalu Ia bertanya dari mana kedudukan
ini bisa diperoleh, (para malikat menjawab) anakmulah yang selalu mendoakan
ampunan untukmu. (HR. Ahmad)
Demikianlah beberapa tuntunan Islam dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam mendidik anak. Hendaknya para
orang tua dan pendidik bisa merealisasikannya dalam pendidikan mereka terhadap
anak-anak. Dan hendaknya pula mereka ingat, untuk selalu bersabar, menasehati
putra-putri Islam dengan lembut dan penuh kasih sayang. Jangan membentak atau
mencela mereka, apalagi sampai mengumbar-umbar kesalahan mereka.
Akhirnya mari kita memohon kepada allah semoga anak anak kita menjadi anak
yang menyenangkan hati di dunia dan akherat.
tSukomulyo 20 Februari 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar