Bismillahirahmanirahim

Semoga Ilmu yang dibagi dan pengetahuan yang diajarkan dapat menambah dan mempertebal keimanan dan Ketaqwaan kita kepada Allah SWT.

Senin, 04 April 2011

SEJARAH DAN ALIRAN PSIKOLOGI OLEH: DRS. ARIF WIBISONO ADI, MM

TUJUAN PEMBAHASAN:
- Agar mahasiswa memahami latar belakang, tahap-tahap sejarah lahirnya psikologi sebagai disiplin ilmu baru, dan sejarah timbulnya aliran-aliran da1lam psikologi.
- Agar mahasiswa memahami macam-macam aliran psikologi tersebut, tokoh-tokohnya serta pandangan-pandangan pokoknya dan karakteristik-karakteristiknya yang menonjol.
- Agar mahasiswa memahami bahwa tiap timbul aliran baru tentu ada latar belakang semangat jaman yang sudah masak untuk mengadakan perubahan ke arah pandangan baru tersebut, atau ada tokoh besar yang membawa pandangan-pandangan yang baru.
- Agar mahasiswa memahami pengaruh sejarah pandangan masa lampau bagi pandangan-pandangan masa kini, dan pengaruh pandangan masa kini dalam memberi makna pada sejarah pandangan-pandangan di masa lampau.
- Agar mahasiswa dapat mempelajari sejarah dan aliran yang bermacam-macam sehingga dapat tumbuh menjadi seorang ilmuwan yang berwawasan luas, bukan hanya pandai, tapi juga bijak, terutama dalam menanggapi perbedaan-perbedaan pandangan dalam mengkaji perilaku manusia, mampu bersikap kritis, sikap tasamuh, toleran, penuh pemahaman, dinamis dan selalu berkembang secara kreatif dalam memandang manusia dan kehidupannya, tidak rigid atau kaku.



I. PENDAHULUAN

Teori pokok tentang timbulnya aliran-aliran baru dalam psikologi:
The Great Man Theory vs The “Zeitgeist” Theory.
Dalam Teori Orang Besar (The Great Man Theory), dikatakan timbulnya aliran baru karena lahir seorang tokoh besar yang membawa pandangan-pandangan baru, yang kemudian mendapat sambutan dan dukungan dari lingkungannya, sehingga menjadi tren jaman dan membawa perubahan serta timbullah aliran baru. Contoh Sigmund Freud dengan Psikoanalisanya.
Dalam Teori Semangat Jaman (Zeitgeist = the Spirit of the Time), dalam suatu komunitas atau opini publik, memang jamannya sudah masak untuk timbulnya pandangan-pandangan baru, yang akhirnya menjadi tren jaman, dan tokoh-tokoh justru dilahirkan oleh semangat jaman tersebut. Sehabis Perang Dunia II, semangat jaman menjadi masak untuk meluasnya pandangan untuk memanusiakan manusia, yang seolah pada peperangan yang kejam dan dahsyat itu, kemanusiaan sudah jatuh dan manusia seolah seperti hewan atau robot saja. Akhirnya lahirlah tokoh-tokoh yang dilahirkan oleh semangat jaman yang ingin memanusiakan manusia tersebut, seperti Carl Rogers, Abraham Maslow dan Viktor Frankl.

II. TAHAP- TAHAP SEJARAH PERKEMBANGAN PSIKOLOGI

Ebbinghaus mengatakan : “Psychology has a long past, but only a short history”. Memang psikologi mempunyai masa lampau yang panjang, sudah mulai timbul beberapa abad sebelum Masehi, sewaktu jaman jayanya Filsafat Yunani, tapi psikologi diakui menjadi ilmu yang berdiri sendiri baru pada tahun 1879, jadi mempunyai sejarah yang pendek, belum ada satu setengah abad yang lalu.
Tahap-tahap sejarah perkembangan psikologi dapat diuraikan sebagai berikut:

1). PSIKOLOGI SEBAGAI BAGIAN DARI FILSAFAT
Dulunya para filsuf Yunani lebih memperhatikan bintang-bintang, gunung-gunung, sungai-sungai, tumbuh-tumbuhan, hewan-hewan, tapi yang pertama-tama memperhatikan manusia adalah filsuf Socrates dengan kata-katanya: “Gnothi Seauthon !” (Know Thyself ! = Kenalilah Dirimu Sendiri !), maka perhatian filsuf mulai ditujukan pada diri sendiri, untuk mengenal diri sendiri, mengenal manusia, maka muncullah kemudian ilmu tentang manusia, tentang jiwa manusia atau Psyche-Logos, Psychology.
Kemudian murid-murid Socrates mulai menguraikan tentang manusia. Plato membagi unsur-unsur manusia menjadi Materi dan Idea, Materi sebagai wadag akan rusak binasa, tapi Idea akan tetap abadi, dan kembali ke asalnya. Jadi yang langgeng adalah Idea, bukan Materi, maka pandangan Plato sering disebut sebagai Idealisme. Aristoteles sebaliknya membagi unsur manusia menjadi Hule, berupa Potensi atau Bibit, dan Morphe atau Bentuk aktualisasinya. Bibit pisang akan melahirkan bentuk pohon pisang dan bukan pohon mangga. Maka pandangan Aristoteles ini sering disebut Hule-Morphisme, Potensi dan Aktualisasinya.
Thomas Aquinas menganggap filsafat hanyalah sebagai pembantu theologi, waktu itu jaman skolastik kekuasaan Gereja sangat dominan, semua pandangan harus disesuaikan dengan dogma gereja, di bidang ilmu lebih cenderung ke metode deduktif. Dari dogma yang diyakini lebih dulu, semua pandangan harus diselaraskan dengan dogma tersebut secara deduktif. Inilah jaman kegelapan bagi ilmu di Barat.
Francis Bacon yang melihat kemajuan ilmu di dunia Islam pada saat itu, kemudian membawa metode induktif untuk dipakai di dunia Barat. Ilmu jadi maju pesat. Penelitian-penelitian induktif diadakan secara meluas, timbul kesimpulan-kesimpulan atau dalil baru.
Rene Descartes mula-mula mengalami keraguan dan kebimbangan, apa yang harus dipegang untuk mendapatkan kebenaran. Dia mengalami skeptisisme. Tapi waktu dia berpikir-pikir, mendadak timbullah pencerahan: “Cogito, Ergo Sum” (Saya berpikir, maka saya ada). Saya tahu saya ada karena saya berpikir, maka faktor berpikir atau Ratio ini merupakan faktor paling penting. Timbullah kemudian aliran rasionalisme, untuk mendapatkan kebenaran, alat utama adalah akal atau ratio. Hal-hal yang tidak rasional dianggap tidak benar.
John Locke menentang pandangan nativisme yang mengatakan bahwa manusia waktu lahir sudah membawa bakat-bakat tertentu. Menurut John Locke manusia waktu dilahirkan seperti “Tabula Rasa” (Papan Lilin atau Kertas yang masih putih polos), Empiri atau Pengalamanlah yang menulisi sehingga manusia berkembang seperti apa sesuai dengan pengalaman atau lingkungan yang “menulisi”nya. Lahirlah kemudian pandangan Empirisme. Empirisme mempengaruhi bidang ilmu dengan mengatakan bahwa kebenaran harus dapat dicek lewat pengalaman nyata, yang empiris itulah yang benar.
Auguste Comte membagi pengetahuan manusia menjadi tiga tingkatan:
- Theologi, kebenaran berasal dari kata-kata orang besar yang langsung dipercayai, tidak dicek lagi.
- Filsafat, kebenaran dari kata-kata orang perlu dicek lebih dulu, dengan berpikir secara radikal.
- Ilmu Positif, kebenaran harus dicek lebih dulu, terutama dengan indera. Ilmu yang ilmiah harus positif, datanya bisa diukur, dihitung, dan bisa dicek dengan indera. Maka lahirlah pandangan Positivisme. Untuk mempelajari manusia, maka yang dipelajari adalah bagian yang dapat diindera, berarti sisi material manusia saja, jiwa dan ruh hanyalah omong kosong.
- Di dunia Islam justru terbalik. Untuk mencari kebenaran maka alat yang digunakan pertama-tama adalah indera (An-Nahl: 78), kemudian kalau ada kelemahan, harus dicek dengan akal, kalau akal tak mampu, harus dibantu dengan wahyu.
- Pandangan Rasionalisme, Empirisme dan Positivisme yang berkembang di Barat makin menjauhkan ilmu dari agama, termasuk ilmu psikologi. Kemudian timbullah Sekulerisme, yang memisahkan ilmu dari agama, dan berkembang pula Materialisme, yang mengutamakan Materi saja.
2). PSIKOLOGI SEBAGAI BAGIAN DARI FISIOLOGI
Biologi dan kemudian Fisiologi berkembang pesat setelah Darwin mengajukan Teori Evolusinya. Dalam Fisiologi akhirnya dipelajari juga fungsi syaraf pusat yang terpengaruh kehendak manusia. Di samping penginderaan (sensation), mulai dipelajari pengamatan (perception). Di sinilah psikologi mulai tersentuh.
Salah seorang dari fisiolog terkemuka, Wilhelm Wundt, mulai meneliti tentang pengamatan. Selain Perception, dia mengemukakan adanya Apperception, yaitu pengamatan dengan memfokuskan diri pada pusat pengamatan. Di samping lapangan pengamatan (Blick-Veld), terdapat pula titik pengamatan (Blick-Punkt). Di sini faktor kehendak atau jiwa manusia mulai berperan. Wundt kemudian mengadakan eksperimen-eksperimen yang lebih cenderung di bidang psikologi dan bukan lagi bidang fisiologi. Dan dialah yang pertama-tama berani memasang di pintu laboratorium eksperimennya dengan memakai label “Laboratorium Psikologi” ketika teman-temannya masih memakai “Laboratorium Fisiologi”. Dipasangnya kata-kata “Laboratorium Psikologi” pertama kali di Universitas Leipzig, Jerman, pada tahun 1879 inilah kemudian dijadikan tonggak sejarah mulai diakuinya psikologi sebagai ilmu yang berdiri sendiri.
3). PSIKOLOGI DIAKUI SEBAGAI ILMU YANG BERDIRI SENDIRI
Setelah psikologi diakui sebagai ilmu yang berdiri sendiri, terlepas sebagai bagian dari filsafat dan terlepas pula sebagai bagian dari fisiologi, maka psikologi kemudian maju pesat. Kemudian mulai timbul aliran-aliran, pandangan-pandangan yang berbeda-beda dan saling bertentangan satu sama lain.
4). PSIKOLOGI MENDAPAT SUMBANGAN DARI HIPNOTISME

Sebelum membicarakan aliran-aliran yang saling bertentangan dalam psikologi, setelah psikologi diakui sebagai ilmu yang berdiri sendiri, terlebih dulu kita bicarakan lebih dulu, sumbangan dari hipnotisme bagi perkembangan psikologi, yang tak dapat diabaikan.
Mula-mula timbullah pandangan Magnetisme, yang menganggap dalam diri manusia, seperti juga di dalam bintang-bintang di langit, terdapat magnet-magnet, yang dapat dipancarkan keluar dan mempengaruhi perilaku orang-orang. Kemudian Anton Mesmer menggunakan Magnetisme ini untuk pengobatan. Diadakan demonstrasi terapi Magnetisme yang kemudian terkenal sebagai Mesmerisme.
Kemudian diketahui pengaruh terhadap perilaku seseorang itu lebih nyata, kalau seseorang itu sedang setengah tidur yang disebut dalam kondisi hypnose. Pada waktu itu orang tersebut sangat rentan terhadap pengaruh orang yang menidurkannya, mentaati perintah-perintahnya secara membuta. Mula-mula dianggap kondisi hypnose itu timbul kalau syarafnya menjadi lemah, tapi kemudian disadari bahwa yang lemah itu mentalnya secara psikologis, sehingga mudah sekali tersugesti oleh orang yang lebih berpengaruh. Timbullah kemudian istilah Sugesti dan Hipnotisme. Akhirnya banyak tokoh-tokoh tertarik untuk mempelajari Hipnotisme dan digunakan untuk Terapi. Tanpa obat-obatan dan tanpa menyentuh badannya, seseorang dapat dipengaruhi dan diterapi.
Termasuk tokoh Sigmund Freud dan dokter Breuer mulai belajar kepada seorang ahli hipnotis (Jean Martin Charcot) dan menggunakannya untuk terapi atau disebut Hipnoterapi. Tapi kemudian Hipnoterapi tidak dipakai lagi, karena mempunyai kelemahan-kelemahan: yang disembuhkan hanya symptomnya, bukan sumber penyakitnya; dan kesembuhannya ternyata temporer, tidak permanen; juga pasien sudah lemah kalau dihipnotis tambah lemah. Akhirnya Freud mengembangkan metode Catharsis atau Talking Out, dan kemudian mengembangkan Psikoterapi yang disebutnya Psikoanalisa. Juga Freud menyusun Teori Kepribadian yang disebut Psikoanalisa. Timbullah suatu aliran psikologi yang terkenal. Tapi perlu ditekankan sumbangan Hipnotisme atau Hipnoterapi yang mendorong dikembangkannya Psikoterapi lewat Freud tak dapat diabaikan.

III. TIMBULNYA ALIRAN-ALIRAN KECIL YANG SALING BERTENTANGAN

1. Strukturalisme versus Fungsionalisme
(Eropa Kontinental versus Eropa/Amerika Anglo-Saxon).
Aliran psikologi yang mula-mula timbul di Eropa adalah Strukturalisme, yang dikembangkan oleh Wilhelm Wundt, bapak Psikologi Eksperimen. Temannya antara lain Oswald Kuelpe.
Akhirnya aliran ini berkembang di Eropa Kontinental, antara lain di Jerman, Belanda, Perancis, karena sesuai dengan jiwa Kontinental. Yang diteliti dalam Psikologi lebih ke struktur jiwa, menguraikan masalah jiwa sedalam-dalamnya, dengan metode analitis, sintetis, lebih ke teori-teori, ilmu untuk ilmu, ilmu untuk pemahaman.
Tapi kemudian timbul aliran yang menentangnya, yaitu aliran Fungsionalisme. Yang diteliti bukanlah struktur tapi lebih fungsi jiwa, tak usah menguraikan jiwa sedalam-dalamnya, yang penting fungsi dan gunanya untuk apa. Ini sesuai dengan jiwa Anglo-Saxon yang bersifat praktis-pragmatis, yang penting memanfaatkan dan mengaplikasikan apa yang diketahui. Timbullah kemudian Psikologi Terapan. Ilmu untuk Aplikasi, untuk Kemanfaatan, bukan Ilmu untuk Ilmu lagi. Aliran ini berkembang di daerah Eropa Anglo-Saxon: Inggeris dan Amerika Serikat. Tokohnya William James dan John Dewey yang terkenal dengan Learning by Doing.

2. Asosiasionisme versus Psikologi Gestalt
(Elementalisme versus Holisme).
Menurut Elementalisme, manusia mengetahui sesuai dari elemen atau bagian-bagiannya lebih dulu, lewat proses asosiasi, digabung-gabung, akhirnya diketahui keseluruhannya.
Manusia belajar menurut Thorndike seperti seekor tikus yang dimasukkan ke dalam suatu kotak maze, dengan dilaparkan dan diberi makanan di tempat keluarnya, si tikus berusaha secepat-cepatnya keluar dari kotak itu. Karena banyak jalan-jalan yang ke arah jalan buntu, hanya ada satu jalan keluar, maka tikus kesasar-sasar memerlukan beberapa waktu untuk keluar (misal 10 menit). Tapi apabila diulangi lagi, ternyata tikus memerlukan waktu yang lebih sedikit (misal 1 menit, bahkan mungkin langsung menuju keluar), karena sudah terjadi proses belajar. Pertama-tama tikus seperti juga manusia dalam belajar menggunakan Trial and Error, coba-coba dan salah-salah, tapi kemudian jalan-jalan yang buntu didisosiasikan, sedangkan jalan yang menuju ke jalan keluar diasosiasikan, sehingga tikus dapat lebih cepat keluar.
`Pandangan ini kemudian ditentang oleh Psikologi Gestalt. Menurut Psikologi Gestalt, seseorang lebih dulu melihat keseluruhan, dan bukan elemen dulu. Juga keseluruhan itu lebih dari sekedar jumlah elemen-elemannya. Pandangan ini menekankan holisme dan bukan elementalisme.
Manusia belajar juga tidak dengan Trial and Error seperti tikus, tapi dengan Insight seperti simpanse. Wolfgang Kohler mengadakan percobaan dengan simpanse yang dimasukkan dalam kurungan, di depannya diletakkan pisang. Simpanse lapar dan akan mengambil pisang tersebut, tapi tangannya tak mampu meraih pisang tersebut. Kemudian di dalam kurungan, dimasukkan satu tongkat, si kera melihat tongkat, melihat pisang berkali-kali, dia lapar ingin mengambil pisang tersebut, tapi tangannya tak mampu meraihnya. Tiba-tiba si kera seperti kaget, menghubungkan tongkat dengan pisang, kemudian berteriak: Aha ! Kera tiba-tiba memahami hubungan antara tongkat dan pisang. Tongkat dapat digunakan untuk mengambil pisang ! Karl Buhler menyebut pencerahan seperti ini sebagai “Aha Erlebnis” atau “Insight”. Dengan cara inilah manusia belajar, tidak dengan Trial and Error.
Percobaan selanjutnya dengan memasukkan peti (tong) di dalam kurungan, dan pisang digantung di atasnya. Kera meloncat-loncat untuk mengambil pisang tapi tidak teraih, kemudian melihat tong dan pisang, timbul insight dengan naik di atas tong dapat meraih pisang. Kalau pisang digantung lebih tinggi, dan di dalam kurungan diletakkan beberapa tong. Kera pun dapat memahami, tong disusun-susun, kera naik di atasnya untuk mengambil pisang.
3. Psychology : the study of the mind versus the study of the behavior.
Kemudian timbul pertentangan antara mereka yang mendefinisikan psikologi sebagai ilmu yang mempelajari jiwa, dan yang mendefinisikan psikologi sebagai ilmu yang mempelajari perilaku, yaitu yang berpendapat jiwa itu tidak kelihatan dan tidak nyata, sedang perilaku itu tampak dan lebih dapat dipelajari secara nyata. Hal ini karena terpengaruh oleh Positivisme. Tapi akhir-akhir ini orang-orang mulai mensintesekan, psikologi ilmu yang mempelajari jiwa dan perilaku manusia.
IV. ALIRAN-ALIRAN UTAMA (MAZHAB) DALAM PSIKOLOGI

1). MAZHAB PERTAMA DALAM PSIKOLOGI: PSIKOLOGI DALAM
a). Psikoanalisa Sigmund Freud,
b). Psikologi Individual Alfred Adler,
c). Psikologi Analitik Carl Gustav Jung,
d). Neo-Freudian: - Karen Horney,
- Erich Fromm,
- William Stack Sullivan.
e). Post-Freudian: John Bowlby, Anna Freud.
2). MAZHAB KEDUA DALAM PSIKOLOGI: BEHAVIORISME
Watson, Pavlov, Skinner.
3). MAZHAB KETIGA DALAM PSIKOLOGI: PSIKOLOGI HUMANISTIK
- Carl Rogers,
- Viktor Frankl,
- Abraham Maslow.
4). MAZHAB KEEMPAT DALAM PSIKOLOGI: PSIKOLOGI TRANSPERSONAL

V. PENDEKATAN-PENDEKATAN KONTEMPORER DALAM PSIKOLOGI:
(Santrock, 2002)

1. Behavioral Approach,
2. Psychodynamic Approach,
3. Cognitive Approach,
4. Behavioral Neuroscience,
5. Evolutionary Psychology,
6. Sociocultural Approach,
7. Humanistic Movement and Positive Psychology.

---ooo0ooo---











DAFTAR PUSTAKA

Adi, Arif W. 2002. “Psikologi Transpersonal: Kasus Shalat”. Dalam Indigenous, volume 6 nomor 1 h.13, Mei 2002, Jurnal Fakultas Psikologi UMS. Surakarta.
Budiraharjo (editor). 1997. “Mengenal Teori Kepribadian Mutakhir”. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Cortright, B. 1997. “Psychotherapy and Spirit; Theory and Practice in Transpersonal Psychotherapy”. State University of New York Press, New York.
Dirgagunarsa, Singgih. 1978. “Pengantar Psikologi”. Penerbit Mutiara, Jakarta.
Feldman, R.S. 1999. “Understanding Psychology”. McGraw-Hill College, Boston.
Hjelle, L.A. & Ziegler, D.J. 1976. “Personality Theories – Basic Assumption, Research, and Application”. McGraw-Hill Kogakusha, Ltd. Tokyo.
Kohnstamm, Ph. & Palland,B.G. 1984. “Sejarah Ilmu Jiwa”. Disadur oleh: F.S. Juntak. Penerbit Jemmars, Yogyakarta.
Masrun. 1972. “Aliran-aliran Psikologi”. Penerbit Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta.
Nawawi, K.S. et al. 2000. “Metodologi Psikologi Islami”. Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Santrock, J.W. 2002. “Psychology: Essentials”. McGraw-Hill, Boston.

---ooo0ooo---


Tidak ada komentar:

Posting Komentar