Bismillahirahmanirahim

Semoga Ilmu yang dibagi dan pengetahuan yang diajarkan dapat menambah dan mempertebal keimanan dan Ketaqwaan kita kepada Allah SWT.

Selasa, 05 April 2011

PENGUASAAN DAN PEMAHAMAN PSIKOLOGI MASSA DALAM KEGIATAN DAKWAH BI LISSAN*


Soleh Amini
Pemahaman dan penguasaan terhadap psikologi massa dalam suatu even yang melibatkan banyak orang (massa) akan sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari kegiatan tersebut.
Dakwah /tabligh (khususnya dalam bentuk khotbah, pengajian, ceramah agama) sebagai salah satu bentuk kegiatan massal yang melibatkan ratusan bahkan mungkin ribuan orang, menuntut suatu strategi dan manajemen pengelolaan massa yang jitu sehingga tujuan dakwah dapat secara efektif tercapai dan tepat sasaran. Salah satu strategi dan menejemen pengelolaan massa/audiance adalah mampu tidaknya nara sumber mengenali sifat / karakter, kebutuhan dan kondisi kebathinan massa dan perilaku komunikasi massa itu sendiri, serta aspek-aspek melliue yang berkembang disekitarnya.
Sebelum kita menggali lebih jauh tentang karakter/sifat, kebutuhan dan kondisi kebhatinan dari perilaku massa tersebut marilah terlebih dahulu kita definisikan pengertian “dakwah” itu sendiri. Hal itu penting dilakukan agar terjadi kesepahaman pendapat dan konsep, sehingga “dakwah” tidak kita artikan dalam arti yang berbeda-beda.

1. Dakwah Dalam Perspektif Psikologi Sosial.
Dalam perspektif psikologi sosial, dakwah diartikan sebagai upaya menyiarkan suatu pendapat, ide atau gagasan dengan cara-cara tertentu, baik lesan maupun tulisan, sehingga seseorang atau sekelompok orang mau mengikuti ide, gagasan atau ajakan yang disampaikan oleh juru dakwah sebagai komunikator. Dengan kata lain dapat diterjemahkan dakwah adalah serangkaian usaha/upaya yang dilakukan oleh seorang juru dakwah untuk mengajak kepada umat (audance) untuk mengiukuti suatu ajaran yang dianggap baik dan benar oleh juru dakwah.
Dalam perspektif ini dakwah dilaksanakan dengan pendekatan persuasif, rewarding dan non punitif. Pendekatan persuasif lebih menekankan pada pendekatan yang menimbulkan perasaan senang, tentram dan berkesan pada audience, sehingga terjadi proses human relationship, bukan sekedar human interaktion. Dengan demikian maka dakwah yang dilakukan akan meninggalkan jejak psikologis yang positip, seperti rasa puas, terkesan sehingga berimplikasi pada terinternalisasikannya isi pesan yang didakwahkannya.
2. Dakwah Dalam Perspektif Psikologi Kognitip.
Dalam perspektif Psikologi Kognitif, dakwah adalah kegiatan yang rasional, logis, intelek dan masuk akal. Artinya dakwah/syiar agama adalah kegiatan penyampaian ide, gagasan, konsep-konsep atau ajaran tertentu dari seorang nara sumber kepada sejumlah manusia komunikan (umat/audience) yang harus dapat dipertanggungjawabkan secara rasional dan intelektual . Oleh karena itu dalam perspektif ini kegiatan dakwah/syiar agama bukan sekedar acara yang menghadirkan orang banyak, sifatnya hura-hura, ngobral janji, retorika yang menggebu-gebu dsb, tetapi merupakan acara yang dialogis, ilmiah dan logis atau masuk akal. Oleh karena itu dalam pendekatan psikologi kogniitip ini dakwah harus lebih ditekankan pada ajakan yang rasional dan responsible, bukan pada hal-hal yang irasional seperti menakut-nakuti tentang dosa atau mengiming-imingi surga dan pahala. Konsep dosa dan pahala harus dikedepankan pada rasionalitas dan sistematikan yang masuk akal, bukan sekedar “pokoke” harus bigini atau harus begitu..
Indikasi keberhasilan dakwah atau syiar agama dalam perspektif ini adalah bila audience/umat dapat memahami ide, gagasan, konsep atau ajakan juru dakwah/da’i secara tepat dan adekwat dan tidak terjadi miss-understanding serta mau melaksanakan ajakan atau ajaran yang disampaikan. Kalau da’inya bermaksud menyampaikan pesan tentang A maka audience juga harus secara adekwat menerima pesan tersebut sebagai A bukan AA”.
3. Dakwah Dalam Perspektif Psikologi Behavioristik.
Dalam perspektif psikologi behavioristik , dakwah diartikan sebagai manipulasi psikologis yang dilakukan oleh seseorang yang mempunyai otorita tertentu, untuk menciptakan perilaku dan suasana psikologis tertentu (terpesona, terhipnotis, tertarik, simpati, jatuh hati, bingung) sehingga mudah untuk dipengaruhi agar mereka (audience) mau mengikuti keinginan, ide, harapan , gagasan atau ajakan juru dakwahnya. Dakwah pada model ini memerlukan “kekuatan” atau otoritas personal yang kuat, karena dalam hal ini juru dakwah juga dituntut untuk mampu memberi contoh nyata tentang ajaran, konsep dan gagasan-gagasan yang didakwahkannya. Dengan kata lain dalam konsep psikologi behhavioristik ini seorang juru dakwah tidak boleh hanya ‘ngomong’doang, tetapi juga harus memberi contoh dengan cara mengamalkan apa yang didakwahkannya.
MEDIA BERDAKWAH
Minimal ada tiga bentuk kegiatan massal yang lazim digunakan sebagai medium berdakwah, yaitu (1) Propaganda (2) Advertensi (3) Audiensi. Ketiga bentuk kegiatan tersebut di atas dapat dipergunakan sebagai media komunikasidalam berdakwah. Tetapi dari ketiga bentuk media tersebut mana yang paling efektif dalam mencapai tujuan kampanye sangat tergantung sasaran/ target, tema dan tujuan dakwah/syiar itu sendiri.
Propaganda akan efektif sebagai ajang dakwah bila khalayak/ umat/audiancenya berupa kumpulan /kerumunan manusia yang tingkat daya kritisnya tipis. Advertensi tidak efektif untuk berdakwah dengan tema-tema personal , tetapi lebih efektif guna mendakwahkan suatu konsep keberagamaan yang bersifat muamalah universal, seperti perdamaian, persaudaraan. Namun demikian tidak berarti advertensi tertutup sama sekali bagi dakwah persdoanal. Audiensi / Dialaog akan efektif untuk dakwah atau syiar bila umat/audience jumlahnya terbatas dan berada dalam tempat atau ruang yang juga terbatas.

II
Menguasai Psikologi Massa Berarti Menguasai dan Memahami Komunikasi massa
Dalam pengertian yang paling sederhana , komunikasi massa atau public comunications diartikan sebagai proses penyampaian atau penyebaran informasi melalui sarana/alat yang sifatnya massal. Informasi atau pesan (bisa berupa ide, konsep, gagasan, janji, ajakan dsb) tersebut ditujukan kepada khalayak ramai , baik yang berkumpul di suatu tempat (lapangan, gedung, stadion dan sebagainya) maupun yang tersebar/terpencar di berbagai tempat.
Dalam pemakaian yang populair, istilah komunikasi massa sering menimbulkan bayangan mengenaia telivisi, radio, koran dan lain sebagainya. Namun peralatan teknis ini hendaknya tidak diacmpur adukkan dengan “proses” yang akan menjadi bahasan dalam diskusi kita ini. Komunikasi massa sebagaimana dimaksudkan dalam makalah ini,bukanlah semata-mata suatu sinonim untuk komunikasi dengan bantuan radio TV, koran dan sebagainya tadi, tetapi sebagai suatu jenis khusus dari komunikasi sosial yang melibatkan berbagai unsur pengoperasian dalam suatu komunikasi, yaitu : (1) Sifat Khalayak (2) Sifat bentuk Komunikasi dan (3) Arah arus komunikasi masa (4) Sifat Komunikator. Keempat unsur ini harus benar-benar dipahami oleh seorang juru dakwah dalam melaksanakan komunikasi dengan audiancenya. Oleh karena itu , sebagaimana ditegaskan dalam sub judul makalah ini “menguasa psikologi massa berarti menguasai komunikasi massa”
A. Sifat Khalayak.
Komunikasi massa sasarannya adalah ke arah khalayak luas yang heterogin dan anoname. Isi pesan (informasi) yang disampaikan dalam komunikasi masa bukan ditujukan hanya pada orang-orang tertentu atau kelompok tertentu. Isi pesan (informasi) sifatnya umum bukan pesan-pesan yang khusus, jadi dalam komunikasi massa , komunikan harus menyadari bahwa semua pihak (Audience menerima informasi yang sama.
Sifat kedua dari khalayak komunikasi massa adalah sifat heterogen bukan homogen. Artinya anggota khalayak terdiri atas berbagai manusia dengan berbagai perangai, sifat, karakter dan perilaku. Oleh karena itu, seorang komunikator dalam komunikasi massa harus pandai dan jeli terhadap sifat, karakter dan perangai dari audience yang menjadi massanya.
Komunikasi massa terdiri atas audience yang bersifat anomitas. Artinya anggota khalayak secara individual tidak dikenal atau tidak diketahui oleh komunikatornya. Maka alangkah lebih baik bila seorang komunikator mencoba ,mengenali identitas audience-nya terlebih dahulu sebelum melaksanakan tugas komunikasinya.
B. Sifat bentuk Komunikasi Massa
Komunikasi massa sifatnya umum, cepat dan selintas serta serentak. Komunikasi massa adalah komunikasi umum, bukan komunikasi yang sifatnya khusus atau pribadi. Isi pesan yang disebarluaskan bukan ditujukan kepada satu orang saja, isi pesannya-pun terbuka bagi setiap orang. Setiap anggota khalayak menyadari bahwa mereka memperoleh materi pesan yang sama.
Dalam komunikasi massa, pesan-pesan komunikasi sifatnya cepat dalam arti isi pesan itu dimaksudkan untuk menjangkau khalayak luas dalam waktu yang relatif singkat dan segera. Serempak, maksudnya pesan dalam komunikasi masa dalam waktu yang bersamaan dapat diterima secara bersama-sama oleh seluruh khalayak. Selintas, isi pesan yang dikomunikasikan biasanya dibuat agar segera dapat dikonsumsi dengan segera, bukan untuk diingat-ingat atau dengan kata lain isi pesan hanya sekali pakai.
C. Arah Arus komunikasi Massa
Dalam komunikasi massa, arus komunikasi sepenuhnya dikendalikan oleh komunikator. Artinya arah arus komunikasinya bersifat satu arah (one way traffic comunication) . Karena pengendalian arus komunikasi hanya dikendalikan oleh komunikator , maka komunikan atau audience tidak bisa segera melakukan koreksi atau memberi feed back (umpan balik) bila terjadi ketidakselarasan terhadap isi pesan. Koreksi atau feed back baru bisa dilakukan pada waktu yang lain, ketika proses komunikasi tersebut telah selesai. Dengan kata lain komunikan membutuhkan waktu tunda (delayed time) untuk melakukan koreksi atau memberi feed back.
D. Sifat komunikator.
Komunikasi massa adalah komunikasi yang terorganisasikan. Seorang komunikator di media massa bekerja melalui sebuah organisasi yang komplek. Artinya media massa sebagai saluran komunikasi massa merupakan lembaga, yakni berupa institusi atau organisasi. Karena itu komunikatornya pun bersifat melembaga. Wartawan atau penyiar telivisi dalam menyiarkan pesan-pesan komunikasinya (berupa berita) ia bertindak untuk dan atas nama lembaga dan harus sejalan dengan kebijakan surat kabar atau stasiun TV wartawan tersebut bekerja. Jadi berbeda dengan dalang atau kyai yang kemunculannya di depan publik bertindak untuk dan atas namanya sendiri, sehingga ia lebih mempunyai banyak kebebasan. Bagaimana dengan Juru Kampanye ? Seorang jurkam sebagai juru bicara institusi sebuah partai dalam kampanyenya harus menyampaiakan pesan sejalan dengan visi isi partai, ia tidak bertindak sebagai individu tetapi bertinndak sebagai unsur partai. Sebagai konsekwensi dari sifat komunikator yang melembaga itu, maka peranannya dalam proses komunikasi harus ditunjang oleh orang lain dalam bentuk team work.
III
Perilaku Massa
Manusia yang berada dalam kelompok, massa atau kerumunan, akan cenderung kehilangan kepribadiannya yang personal, rasional dan sadar, dan kemudian tindakan/perilakunya akan diganti dengan tindakan yang (cenderung) kasar dan irrasional. Dalam kondisi yang demikian ini, anggota massa akan menurut saja secara emosional terhadap apa yang dikatakan atau diminta oleh figur/orang yang mereka anggap sebagai pimpinannya. Oleh karena itu dalam kehidupan massa orang akan cenderung dan bisa melakukan hal-hal yang kadang berlawanan dengan kebiasaan dan watak pribadinya.
Massa mempunyai jiwa tersendiri yang berbeda dengan sifatnya dengan sifat individu. Dalam massa ada dua macam jiwa yang secara hakiki berbeda, Yaitu jiwa Individu (Individual Mind) dan jiwa massa (Collective Mind) .
Jiwa massa mempunyai sifat-sifat yang berkebalikan dengan jiwa individual yang rasional, cerefull dan terarah. Menurut Gustave Lee Bond (1965) Jiwa Massa mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : Impulsif, mudah tersinggung, agresif, ingin segera bertindak, mudah terbawa arus sentimen, kurang rasional, sugestible, mudah mengimitasi.

Phenomena Psikologis Ketika Seorang Berada Dalam Massa
1. Hilangnya Personal Responsibility atau pertanggung jawaban Pribadi.
Hilangnya rasa tanggung jawab pribadi ini terjadi karena hidupnya kekuatan kolektif yang memungkinkan individu menjadi kendel (berani) melakukan tindakan tertentu. Kerangkan berpikir yang berkembang dalam benak mereka adalah “tindakan bersama tanggung jawab bersama” . Disamping itu, hilangnya rasa tangung jawab bersama ini juga dikarenakan faktor hidupnya kepribadian yang tidak sadar, impulsif sehingga individu hanya sekedar menjadi otomat-otomat yang mengerjakan sesuatu tanpa berpikir lebih jauh lagi. Dengan demikian perilakunya tidak lagi memiliki tanggung jawab personal.

2. Terjadi Infeksi Jiwa.
Infeksi jiwa adalah kondisi atau keadaan jiwa yang “sakit” dalam arti keadaan jiwa yang tidak wajar dalam kehidupan bermasyarakat, maupun individu. Keadaan sakit tersebut biasanya akan mudah menular kepada orang-orang yang berada di sekitarnya sehingga mereka juga menjadi “sakit”. Keadaan sakit ini akan membuat individu mau mengorbankan kepantingan diri sendiri bagi kepentingan orang banyak dalam kelompoknya. Dalam suasana menular ini, orang-orang yang semuala ragu-ragu untuk berbuat/bertindak berubah menjadi berani berbuat/bertindak.
3. Jiwa Massa Sangat Sugestible.
Dalam kondisi jiwa yang sugestible (kondisi jiwa yang labil karena pengaruh-pengaruh tertentu) anggota massa akan sangat mudah tersinggung, melawan semua yang dianggap menentang dan melawan tanpa memperhitungkan menang kalau, melanggar atau tidak melanggar hukum. Dalam keadaan “ramai-ramai” dan situasi massal ini mereka yakin mempunyai kekuatan yang bulat, sehingga berani bertindak tanpa ragu, kompak sehingga individu-individu dapat dibawa kepada suatau keadaan yang meleburkan pribadinya dan menelusuri keinginan orang yang mensugestinya.
4. Timbul perilaku yang spontan.
Mengapa orang yang berkumpul dalam suatau massa akan mudah menimbulkan perilaku yang spontan. Hal ini terjadi karena adanya saling stimulasi antara individu dengan kekuatan massa. Dari saling stimulasi antar individu dengan kekuatan massa tadi akan terbentuk hal hal sebagai berikut :
1. Homogenitas : yaitu terbentuknya sutau kondisi pribadi tertentu yang mempunyai kesamaan (homogen) antara anggota massa, baik disadari maupun tidak.
2. Menurunnya daya intektualitas atau daya rasionalitas.
3. Perilaku merusak
4. Terjadi peningkatan intensitas emosi sehingga meningkatkan solidaritas antara anggota massa


Tidak ada komentar:

Posting Komentar